Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
”Harga BBM naik tidak jadi masalah, yang jelas harga barang-barang pokok seperti beras, minyak goreng, ikan, dan sebagainya tidak ikut naik”. Ujar seorang Ibu rumah tangga dalam barisan antrian membeli minyak tanah di sebuah stasiun televisi nasional (ANTV, 19 Mei 2008). Hal inilah yang merupakan ketakutan paling besar rakyat kita ketka BBM (Bahan Bakar Minyak) mengalami kenaikan harga, yaitu melonjaknya harga barang-barang pokok lainnya.
Ketika harga BBM naik maka kemiskinanpun akan semakin banyak. Hal ini terjadi karena ikut naiknya harga barang-barang pokok lainnya. Hal ini senada dengan teori yang pernah disampaikan oleh Guy Standing bahwa kemiskinan dapat timbul dari(a) resiko-resiko akbat guncangan ekonomi seperti naiknya harga-harga, penyakit, keelakaan, bencana alam; (b) kemampuan warga atau kelompok warga yang terbatas untuk memulihkan diri sesudah gangguan ekonomi (Kompas, 5 April 2008).
Kejadian pada tahun 2005 yang lalu, sangat bisa menjadi pelajaran yang berharga. Dimana pada waktu itu, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM beberapa persen. Setelah kenaikan harga itu, harga barang-barang pokok lainnya pun ikut naik, termasuk juga barang-barang golongan mewah. Setelah terjadi gejolak pasar seperti itu, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan BLT ( Bantuan Langsung Tunai) untuk membantu masyarakat miskin yang kian melarat akibat kenaikan harga barang-barang tersebut. Namun, sifat bantuan seperti ini hanyalah bersifat penyembuhan (Kompas, 5 April 2008), bukan sebuah jalan keluar yang ideal.
Tahun 2008 ini pemerintah memutuskan lagi untuk menaikkan harga BBM. Alasannya adalah untuk melakukan penyelamatan APBN 2008. Pertanyaan yang timbul sekarang adalah apakah pemerintah ingin menyelamatkan rakyat atau APBN belaka? Lagi-lagi untuk menutup-nutupi kelemahannya akan ketidak mampuannya mencari penyelesaian yang lebih baik. Pemerintah akhirnya mengeluarkan lagi kebijakan BLT. Sekali lagi, sungguh kebijakan seperti ini hanya bersifat Penyembuhan belaka dan bersifat temporer.
Tindakan yang paling efektif dilakukan saat ini adalah tidak menaikkan harga BBM. Rasionalisasinya adalah efek yang ditimbulkannya di tingkat pasar. Lebih baik melakukan penyelamatan terhadap rakyat ketimbang menyelamatkan APBN yang masih rawan akan penyimpangan dan pemborosan. Disamping cara yang disebutkan di atas, tindakan yang lebih efektif lagi untuk jangka panjan dan efeknya akan dirasakan di masa yang akan datang adalah melakukan perampingan kabinet (Kwik Kian Gie), diversifikasi energi, pemberdayaan ekonomi mikro, dan nasionalisasi BUMN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar